Siapa yang tidak kenal dengan Imam Ahmad bin Hanbal, beliau adalah pendiri Mazhab Hanbali, dan sang huffaz dunia karena tidak kurang dari satu juta hadist yang beliau rekam dalam memori otaknya. menyimak kisah hidup beliau, ada sepotong kisah menarik dalam proses pencarian ilmu yang dilakoni oleh sang Imam.
Singkat cerita, pada suatu ketika beliau punya keinginan yang besar untuk mempelajari hadist dengan seorang ulama besar Yaman yang bermukim di San'a, yaitu Syaikh Abdurrazzaq. Untuk merealisasikan keinginan itu, beliau akhirnya berangkat bersama sahabat karibnya Yahya bin Mun'in untuk sama-sama belajar di Yaman.
Namun sebelum menuju Yaman, dua orang penuntut ilmu ini terlebih dahulu menuju Mekah untuk melaksanakan ibadah haji. Qadarullah, ternyata tetiba keduanya di mekah, saat sedang melaksanakan thawaf di ka'bah, disaat yang sama pun Syaikh Abdurrazzaq juga sedang melaksanakan thawaf. Selintas kemudian, Yahya bin Mun'im segera menghampiri sang Ulama besar itu sembari memberi salam dan mengenalkan Imam Ahmad kepada beliau.
Lantas kemudian, Yahya bin Mun'im berujar, "alangkah kebetulannya, Allah benar-benar telah memudahkan kita, yang seharusnya kita menempuh jarak selama sebulan lagi untuk menuju yaman, akan tetapi hari ini Allah telah memangkas waktu bagi kita dengan sebab bertemu dengan sang Guru di Mekah ini".
Sementara sikap Imam Ahmad ketika berjumpa Syaikh Abdurrazzaq benar-benar di luar dugaan, berbanding terbalik dengan Yahya bin Mun'in. Biarpun telah berjumpa di Mekah, Imam Ahmad tetap bersikukuh untuk belajar dengan Syaikh Abdurrazzaq di Yaman, yang artinya mereka berdua tetap akan menempuh perjalanan selama sebulan lamanya menuju Yaman.
Imam Ahmad mengatakan kepada sahabatnya, "ilmu tidak didapat dengan cara kebetulan, tetapi ilmu harus dicari dengan penuh perjuangan".
Walhasil, keduanya berangkat menuju Yaman setelah menunaikan ibadah haji. Dalam riwayat disebutkan, Imam Ahmad belajar bersama Syaikh Abdurrazzaq selama dua tahun lamanya. Sepanjang waktu itu, Imam Ahmad pernah mengalami kehabisan bekal, dan hal itu diketahui oleh sang guru dan sahabatnya.
Mengetahui hal itu, sang guru menawarkan bantuan secara cuma-cuma, tetapi hal itu ditolak oleh imam ahmad. Tidak kehabisan ide, sang guru menawarkan utang, namun jiga ditolak olehnya. Demikian juga, bantuan yang ditawarkan oleh sahabat beliau juga ia tolak. Sehingga menjadi heranlah guru dan sahabat2 beliau semua, bagaimana caranya imam Ahmad memenuhi kebutuhan sehari-harinya? Setelah ditelusuri, rupanya sang Imam bekerja menjadi penjahit untuk memenuhi kebutuhannya.
Mengenang hal itu Syaikh Abdurrazzaq selalu menangis. Beliau tidak habis pikir dengan sosok Imam Ahmad yang begitu teguh pendirian dan menjaga iffah.
Pelajaran penting dari kisah beliau, ilmu didapat bukan dengan cara kebetulan, tapi harus disertai dengan perjuangan sebagaimana yang dicontohkan oleh Imam Ahmad. Sepintas lalu, kita mungkin berpikir bahwa imam ahmad kurang mensyukuri nikmat, padahal jika direnungkan sikap beliau dalam menolak bantuan merupakan pelajaran penting dalam hal menjaga iffah (harga diri), serta sebagai sikap tidak bergantung dan menyusahkan orang lain. Selain itu, kita juga dapat melihat bahwa belajar sambil bekerja adalah hal yang lumrah, bahkan telah dilakoni oleh ulama-ulama terdahulu.
Disarikan dari Ceramah Ba'da Zuhur oleh Ust Fahruddin Lahmuddin, di Mesjid Jami' Kopelma Darussalam, senin-10/4/2017
COMMENTS