Oleh: Muhammad Iqbal
Menulis merupakan suatu usaha untuk mengekalkan ilmu.karena jika ilmu hanya disampaikan melalui lisan saja ,suatu saat orang yang yang berilmu itu sudah tiada maka ilmu pun akan hilang bersamaan dengan ahlinya .
Ilmu itu akan tetap kekal jika dalam bentuk tulisan,seandainya saja alquran tidak dibukukan seperti sekarang ini,maka bagi kita manusia awan ini tidak dapat lagi melihat dan membaca alquran.inilah usaha yang dilakukan oleh saydina abu bakar ra,mengingat banyaknya para hufadz alquran yang syahid dalam peperangan .
Singkatnya masa kepemimpinan saydina abu bakar membuat proses penulisan alquran tidak rampung hingga dilanjutkan pada masa kekhalifahan saydina umar ,dan alquran inipun rampung pada masa kekhalifahan saydina usman bin affan ra sehingga alquran ini juga dikenal dengan nama resam usmany
Tradisi menulis ini pun berlanjut hingga sekarang ,dimana para alim ulama menulis kitab dalam berbagai fan ilmu.
Imam Bukhari meninggalkan kampong halamannya untuk belajar dan menulis berbagai macam hadits yang diperoleh dari narasumber terpecaya,sehingga hadits hadits yang termaktub di dalam shahih bukhari adalah hadits yang sohih.
Imam Syafii menulis satu karya yang sangat monumental yang diberi nama ar-risalah yang merupakan surat menyurat imam Syafii dengan Abdurrahman bin Mahdi yang berisikan ilmu tentang al-quran,hal ihwal yang ada didalam al-quran serta berbagai hadits.
Para ulama pun menulis berbagai macam kitab dalam bentuk matan(متن),syarah(شرح) dan hasyiah(حاشية).Motivasi para alim ulama menulis berbagai macam kitab ada yang merupakan permintaan teman seperti Abi Syuja’(Ahmad bin Husin bin Ahmad Ashfihany) yang mengarang kitab matan alghoyatu wa taqrib sebagai jawaban atas permintaan temannya agar membuat suatu kitab yang ringkas dan padat supaya mudah dipelajari dan dipahami.
Ada pula para ulama menulis kitab kitab dalam bentuk syarah dan hasyiah sebagi bentuk komentar dan menambah surah serta dalil terhadap suatu matan,seperti ibmu qosim al-ghazy yang membuat kitab fathul qarib sebagai syarah dari matan Abi Syuja’ dan Syeh Ibarahim al-bajuri dengan hasyiah al-bajuri.
Disamping untuk mengabadikan ilmu dalam bentuk tulisan para alim ulama begitu tulus dan ikhlas dalam menulis,didalam muqaddimahnya mereka menuliskan نفع الله بها“semoga Allah memberi manfaat pada kitab ini”
Sebagai bukti keikhlasannya ,imam Ashshonhajiy selesai mengarang satu kitab imu nahwu beliau meletakkan kitabnya di atas sungai sambil berkata jurru miyah(mengalirlah air) maka kitab itupun tetap terapung dan tidak tenggelam,menandakan bahwa kitab karangan beliau layak untuk di publikasikan dan dipelajari oleh masyarakat,sehingga beliau menamakan kitab ini Ajjurumiyah(الجرومية).
Imam Yahya ibn syarifuddin Nawawi mengarang kitab hadits Matan Arba’in an-nawawiyah(الأربعين النووية) karena begitu besarnya balasan bagi siapa saja yang bisa menghafal 40 hadits,maka beliau pun ikut mengarang kitab yang berisikan 40 hadits,padahal sudah banyak para ulama sebelum beliau yang mengarang kitab hadits arba’in seperti Abdullah ibn Mubarrak,Muhammad ibn Aslam ath-thusiy,Hasan ibn Sufyan an-nasaiy dan lainnya.
Walaupun hadits yang menyatakan tentang fadhilah menghafal hadits ini tergolong dhaif,mereka tetap mengarang kitab matan arba’in sebagai ibadah karena dibolehkan beramal dengan hadits dhoif untuk fadhilah amal(فضائل الأعمال)
Karomah ulama disaat menulis
Syeh Nawawi al-bantani merupakan ulama nusantara yang menjadi rujukan ulama hijaz,di saat beliau menulis kitab syarah “Bidayatul Mujtahid” karangan Imam Ghazali ,lampu minyak beliau padam sedangkan beliau menulis sambil menunggangi unta,beliau berdoa kepada Allah jika tulisan ini bermanfaat berikanlah penerangan,seketika itu keluarlah api dari jempol kaki beliau yang menjadi sumber cahaya untuk melanjutkan tulisannya.
Imam ibn Naqib Rahimahullah menghikayahkan manaqib Imam Zakariya Muhyiddin ibn Syaraf an-nawawi ad-dimsyaqi lebih dikenal dengan Imam Nawawi,disaat beliau menulis penerangan beliau padam,maka menyalalah telunjuk tangannya yang kiri.
Imam Rafi’i disaat beliau mengarang satu kitab penerangan beliaupun padam ,maka bercahayalah pohon kurma sebagai penerang untuk ,melanjutkan menulis .
Inilah sebagian dari manaqib para alim ulama dalam menulis,bagaimana dengan kita ?
Mulailah menulis walaupun hanya tulisan ringan ,karena terdapat sedikit ilmu yang banyak manfaatnya dari sebuah tulisan.namamu akan tetap dikenang walau jasad sudah tiada sebab kebaikanmu terhadap orang lain dan karena karya karyamu.
(*)Santri MA’HAD DARUL FALAH ULEE GLEE PIJAY
COMMENTS