Seorang santri, maka bukanlah sekedar siswa, pelajar ataupun mahasiswa, sekalipun harus bersifat seperti mereka. Dalam belajar seorang santri mengejar nilai kemanfaatan ilmu pengetahuan, bukan hanya sekedar formalitas ilmiah semata. Ijazah sebenarnya bukanlah hal yang penting. Yang terpenting adalah mengantongi ilmu sebanyak mungkin lalu mengamalkannya.
Bukankah di negara-negara yang telah maju sekarang sudah tidak mutlak selalu mementingkan ijazah?, yang penting kenyataan prestasi kerjanya. Kita sendiri lebih percaya kepada seseorang yang walaupun tidak berijazah tetapi kerjanya bagus, daripada ijazahnya dah tinggi namun tidak ada kenyataan dalam prestasi kerjanya. Ijazah itu bisa dipalsukan, dalam hitungan jam bahkan menit semuanya akan siap dalam sekejap.
Lain halnya dengan kemanfaatan yang hanya Allah SWT dapat membuatnya dan menganugerahkan kepada yang dikehendaki Nya. Bukankah mengejar sesuatu yang hanya bisa dibuat oleh Allah itu lebih bernilai tinggi daripada yang bisa dibuat manusia? Silakan menjawabnya sendiri.
Wahai para santri, kita tidak perlu gusar dan bingung karena pengaruh gejolak sosial, atau budaya serta pola pikir yang sering diistilahkan dengan modern. Tetapi dengan bersikap tabah dan mantap bahwa dengan bekal keilmuan yang sempurna, cukuplah untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah.
Ada sebuah kata mutiara:
“orang paling bodoh ialah yang meninggalkan keyakinan diri sendiri, karena mengira yang dilakukan orang lain lebih berarti” (Taajuddin Athailah Iskandary: Taa-jul ‘Aruss)
Sebagai seorang pelajar, ada beberapa hal yang harus kita perhatikan. Antara lain:
1. Buang jauh akhlak tercela
Ilmu itu ibarat air, sementara sombong laksana bukit, sehingga sukar rasanya air bisa naik ke bukit. Untuk itu hiaslah diri dengan akhlak mulia dengan selalu mengedapankan nilai2 luhur.
2. Jangan menenggelamkan diri dengan dunia
Ilmu pengetahuan yang bisa dipelajari akal ada dua, yaitu pengetahuan agama dan harta dunia. Keduanya ibarat jalan raya yang terbantang ke arah timur dan 1 lagi ke arah barat. Bisakah berjalan ke timur sampai ke barat, berjalan ke barat sampai ke timur atau sekali berjalan ke timur dan juga ke barat? Pada umumnya tidak bisa. Tetapi kalau berjalan ke barat sebagai sarana untuk mendapatkan yang di timur atau sebaliknya, mungkin bisa ditempuh.
3. Buang jauh-jauh rasa “sudah pandai”
Sebagai seorang pelajar, kita harus membuang sikap merasa pandai atau “lebih mengetahui” dari pada guru. Jangan remehkan suatu bidang ilmu pengetahuan, sebab ilmu saling berkaitan, bersambung dan menjelaskan. Contohnya untuk memahami kitab klasik, perlu ilmu nahwu dan saraf.
4. Urutkan kepentingan belajar
Hal ini pun juga tidak kalah penting, dengan penjadwalan yang baik maka belajar akan lebih terstruktur, susunlah mulai dari yang terpenting disusul dengan yang agak penting dan seterusnya.
Moga bermanfaat.. Wallahu A’lam
Disadur kembali dari Muqaddimah Terjemahan Kitab Fathul Muin