Membuka lembaran sejarah proses masuknya Islam ke nusantara, kita dapati salah satu jalurnya adalah melalui jalan pernikahan dengan penduduk lokal. Menikah memang telah menjadi media yang sangat efektif dalam menyebarkan syiar agama. Bahkan Rasulullah saw menyatakan bangga dengan banyaknya umat, dan satu-satunya jalan untuk memperbanyak umat adalah dengan proses pernikahan. Sehingga wajar saja mengapa Rasulullah menganjurkan untuk menikah dengan wanita yang penyayang dan banyak anak, dan lebih bagus lagi dengan wanita yang taat beragama serta cerdas dan baik akhlaqnya. Hal ini demi terciptanya generasi ke depan yang lebih baik.
Dalam Kitab Fathul Muin disebutkan, bagi yang hendak menikah hendaklah diniatkan untuk mengikuti sunnah Rasulullah, menegakkan agama, menjaga kehormatan diri serta untuk memperoleh keturunan yang shalih, dengan berniat demikian InsyaAllah akan diberi ganjaran pahala karena kebagusan niatnya [1]. Untuk itu perbaikilah niat jika sebelumnya menikah hanya untuk memperbaharui status atau sekedar untuk mereguk kenikmatan duniawi saja.
Menikah untuk Menegakkan Agama
Dengan menikah, istri dan anak-anak kita adalah orang-orang pertama yang menjadi objek dakwah. Sejarah mencatat, saat awal mula turun wahyu, Siti Khadijah adalah orang pertama yang membenarkan dakwah Rasulullah sekaligus menjadi orang pertama yang memeluk Islam. Disini kita melihat bahwa Rasulullah memulai segalanya dari orang terdekat beliau yakni keluarga, kemudian sahabat-sahabat karibnya, dan selanjutnya lingkungan tempat tinggal beliau. Dari pernikahanlah sebuah peradaban dimulai, dari sini pula perubahan ke arah yang lebih baik dirintis.
Mengutip kalimat ust. Ahmad Syarwat, "kalau dahulu Al-Fatih mengepung Konstantinopel dan membombardirnya dengan meriam, sekarang kita kepung Eropa lewat dakwah, internet, buku keIslaman, dan pernikahan"[2]. Memang sangat tepat apa yang beliua sampaikan, menikah adalah jalan yang paling halus dalam menyebarkan syiar islam, namun hasilnya sangat ampuh. Untuk membangun peradaban yang baik, tentu saja setiap calon suami dan istri harus terus meningkatkan potensi diri dengan memperdalam ilmu pengetahuan agama dan ilmu-ilmu pendukung lainya. Sebab, jika tidak ada persiapan yang memadai maka jauh api dari panggang sehingga sulit untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Rujukan:
[1] Hasyiah Ianatuttalibin,Juz 3 hal. 272