Barangkali tiga kata pada ujung judul diatas adalah sangat bertolak belakang dengan kata kedua pada judul tersebut yaitu Al-Qur'an. Al-Qur'an yang merupakan kitab suci umat islam yang diturunkan oleh Allah S.W.T melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad S.A.W sebagai mukjizatnya sekaligus pedoman hidup untuk umat seluruh alam. Sedangkan "suum ek manoek" (panas kotoran ayam) adalah najis kotoran binatang yang tidak sesuai apabila disandingkan dengan nama Al-Qur'an.
Namun maksud yang ingin penulis sampaikan bukanlah demikian, penulis bermaksud bahwa "suum ek manoek" disini adalah suatu majas atau kalimat kiasan yang digunakan dalam bahasa Aceh untuk menggambarkan sebuah perilaku atau juga perkara yang hanya senang dilakukan dalam waktu sangat singkat. Ini juga tidak berjauhan dengan sifat asli pada kotoran ayam yang terasa panas bila disentuh ketika baru dikeluarkan (maaf cakap) dari tempat keluarnya, namun sesaat kemudian rasa panas itu hilang. Ya, begitulah ulasan tentang asal usul kata-kata "suum ek manoek" yang masih populer dalam bahasa Aceh hingga saat ini. Kata-kata ini acapkali diucapkan ketika suatu perbuatan yang dilakukan dengan penuh semangat, namun tanpa disadari semangat itu hilang tak tahu kemana arah lagi.
Fenomena "suum ek manoek" inilah yang ingin penulis hubungkan dengan kegiatan hafal Al-Qur'an yang sedang "ngetrend" saat ini. Kita pasti ingat dengan program Ramadhan 1435 Hijriyah pada salah satu televisi swasta di Indonesia yang memperlombakan anak-anak dalam menghafal Al-Qur'an. Ternyata program televisi tersebut menyita banyak perhatian dari masyarakat, umumnya yang memiliki kecintaan pada Al-Qur'an. Banyak anak-anak terobsesi untuk bisa seperti "idola" mereka pada televisi yang pandai menghafal Al-Qur'an dan tampil dihadapan ribuan pasang mata masyarakat Indonesia.
Ketertarikan ini tidak hanya tumbuh pada anak-anak yang menyaksikan acara itu, bahkan tidak sedikit dari orang tua mereka yang juga ikut "demam" dengan lomba hafal Al-Qur'an yang diikuti oleh peserta perwakilan dari seluruh wilayah di tanah air tersebut.
Memang, bila kita lihat dari nilai positif atau negatif dari pelaksanaan acara sedemikian rupa adalah banyak terkandung nilai positifnya, yaitu membangkitkan kembali semangat untuk belajar hingga menghafal Al-Qur'an. Dan menumbuhkan usaha-usaha untuk melestarikan kembali Al-Qur'an dari rendahnya jumlah orang yang mampu menghafalnya. Maka pendapat pribadi penulis acara-acara seperti itu adalah hal yang sangat mendukung bagi kemajuan agama kedepannya.
Beranjak kembali pada kata-kata "suum ek manoek" yang penulis ingin sampaikan bahwa bagaimana kelanjutan dari orang yang menghafal Al-Qur'an tersebut agar dapat melestarikan kemampuannya dan dapat menjadikan Al-Qur'an sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Karena sebagaimana yang sudah-sudah penulis temui dalam Al-Qur'an bahwa anjuran menghafal Al-Qur'an tingkatannya berada dibawah anjuran mengimplementasikan hukum-hukum yang tertera atau kandungan pada Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih tepatnya kita simpulkan bahwa, seorang yang betul-betul ingin menghafal Al-Qur'an haruslah mempersiapkan dirinya untuk menguasai atau menghafal hal-hal yang lebih dahulu diwajibkan atasnya, misalkan perihal aqidahnya dalam rangka beriman kepada Allah, hukum tata cara ibadah atau hal-hal yang bersifat fardhu 'ain lainnya yang wajib dikuasai atau bahkan dihafal sekalipun. Perkara seperti inilah yang lazim dipraktikkan oleh ulama-ulama terdahulu semisal Imam Syafii dan sebagainya. Dalam kitab-kitab ilmiah mereka jarang kali didapati anjuran untuk menghafal Al-Qur'an terlebih dahulu kemudian belajar hukum syari'ah. Menghafal Al-Qur'an menurut para ulama adalah hal pelengkap bagi orang yang sudah tinggi belajar ilmu agamanya.
Yang juga menjadi PR kita saat ini adalah adanya kekeliruan umat islam dalam memahami kebutuhan batin dalam menjalankan syariat agamanya. Terkadang seusatu yang merupakan "perkakas" yang wajib dimilikinya dalam islam hanya dipandang sebelah mata atau dipadai seadanya. Begitu sebaliknya, ada hal yang belum penting ia tempuh justeru itulah yang sangat di fokuskan.
Realita ini telah mewabah pada umat islam saat ini, terkadang rasa ingin menampakkan status diri dihadapan orang ramai menjadikannya menekuni Al-Qur'an dengan sungguh-sungguh hingga bisa menghafalnya. Kemudian setelah ia mampu banyak isi Al-Qur'an menadapat banyak sanjungan dan merasa tinggi dengan apa yang mampu dilakukannya saat ini. Dan sebaliknya ketika usahanya untuk muncul dihadapan banyak orang gagal padahal banyak ayat yang telah ia hafal, mungkin saat itulah kata-kata "suum ek manoek" yang berlaku padanya.
Catatan: Tulisan ini didasari oleh perkembangan masa saat ini,yang mana umat islam banyak yang "gelap" mata dan mudah terbawa arus "narsisasi".
Ditulis Oleh : Irfan Siddiq. 21-Sept-2014