Ada pepatah yang mengatakan, ilmu itu seperti burung, tangkap ia dengan cara menulisnya. Begitulah yang namanya pengetahuan, ia dengan begitu mudahnya terbang dari memori kita jika lengah dalam menjaganya, dan mencatat adalah salah satu upaya dalam melawan lupa sehingga ilmu tidak menghilang begitu saja. Menilik ke era kejayaan islam seperti pada masa Abbasiah dan Umayyah Cordoba, gairah menulis para ulama pada masa itu sungguh sangat luar biasa. Hal ini terbukti dengan lahirnya ratusan jilid kitab yang masih bisa kita lihat sampai sekarang, padahal jika kita bandingkan antara masa sekarang dengan dulu dimana komputer pun belum ada saat itu, kertas masih sangat langka dan berbagai kekurangan-kekurangan lainnya, akan tetapi mereka mampu menghasilkan karya yang luar biasa dengan sistem penulisan yang sangat terstruktur rapi dan masih menjadi rujukan sampai hari ini.
Kita sebut saja Al Imam Syafie, beliau disebut-sebut sebagai tokoh utama penggagas ilmu ushul fiqih, ini lantaran beliaulah orang pertama yang mula-mula membukukan ilmu Ushul Fiqih yang kemudian hari kita kenal dengan nama kitab Ar-Risalah. Dan beliau juga orang pertama yang membukukan sendiri mazhabnya. Timbul pertanyaan, apakah imam mazhab yang lain tidak punya ushul fiqih? Tentu saja imam-imam yang lain juga punya ushul fiqh tersendri dalam mengisntimbat hukum namun belum dibukukan pada masa itu.
Berkat kerja keras Ulama terdahulu, ilmu mereka sampai hari ini masih bisa kita baca karena telah dicatat dengan rapi, andai saja mereka tidak menulis bisa saja mazhab mereka akan punah dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu. Menulis sudah menjadi rutinitas bagi ulama-ulama zaman dulu. Bahkan sampai ada sebuah pepatah "Wiridnya seorang guru adalah dengan membuat karangan, sementara wiridnya seorang murid adalah dengan menulis catatan". Jadi wajar saja ulama dulu banyak menulis karena memang kesibukan mereka adalah mengajar ilmu, menulis modul-modul pelajaran agar mudah untuk di ajarkan. Demikian juga dengan murid-murid pada masa itu, mereka tak jemu-jemu menulis catatan demi menguatkan ingatan agar ilmu tidak hilang. Imam syafie sebagai pendiri mazhab syafie beliau mempunyai karangan yang fenomenal tentang fiqih yakni Kitab Al-Umm, nah kitab ini oleh muridnya yaitu Al-Muzanni dibuat sebuah ringkasan yang diberi nama Mukhtasar Al Muzanni yang isinya lebih ringkas dengan tujuan untuk semakin memudahkan.
Ulama-ulama selanjutnya pun juga demikian, ada yang membuat kitab syarah (penjelasan) yang biasanya bisa sampai berjilid-jilid tebal, ada yang membuat mukhtasar (ringkasan), ada juga yang membuat menjadi inti sari pokok saja (matan), dan begitu seterusnya tanpa pernah merasa jemu dan tanpa mengharap imbalan apapun. Mereka menulisnya semua dengan sangat iklas hati. Sering kita jumpai dalam muqaddimah kitab para ulama mereka mengatakan dengan kitab ini kami mengarapkan ridha Allah Ta'ala dan diberikan kebahagian di dua dunia. Bukan pengharapan yang lain, semata-mata demi mencari keridhaan Tuhan.
Kita sekarang dimana?
Ditengah maju pesatnya teknologi dengan berbagai macam kemudahan, seharusnya kita pun harus mampu berkiprah dan mengikuti jejak para ulama-ulama terdahulu agar khazanah keilmuan terus berkembang. Sebab, ketika terlena dengan teknologi malah membuat kita manja sehingga menjadi stagnan dan terjerumus ke dalam kejumudan dalam berfikir.
Dan alangkah ironisnya juga, karena sudah ada hardisk dan flasdisk sebagai media penyimpanan akhirnya jarang kita pakai otak sendiri untuk menyimpan berbagai pelajaran yang telah dipelajari. Betapa pintarnya hardisk karena dengan cepat bisa menghafal 30 juz dalam beberapa menit saja, seharusnya otak kitalah yang menghafal dan mengingat setiap juznya.
Dan alangkah ironisnya juga, karena sudah ada hardisk dan flasdisk sebagai media penyimpanan akhirnya jarang kita pakai otak sendiri untuk menyimpan berbagai pelajaran yang telah dipelajari. Betapa pintarnya hardisk karena dengan cepat bisa menghafal 30 juz dalam beberapa menit saja, seharusnya otak kitalah yang menghafal dan mengingat setiap juznya.
Pernah suatu ketika Imam syafie mengadu kepada guru beliau Imam waqi' karena mengalami kesulitan dalam menghafal, guru beliau menasehatkan sesungguhnya Ilmu itu adalah Nur Allah. Dan Allah tidak akan menunjukannya kepada orang yang maksiat. Sudah saatnya berbenah semoga kita menjadi lebih baik.
(*) Tulisan ini telah dimuat di majalah Jurnal Dayah Edisi II Tahun 2015