Oleh: Irfan Siddiq
Dewasa ini, perzinaan merupakan hal yang wajar serta terjadi diberbagai tempat dan pelakunya pun berasal dari berbagai latar belakang. Perzinaan yang mula-mulanya dipandang sangat hina, kini memasuki zona kewajaran dalam kehidupan masyarakat. Banyak masyarakat yang tidak peduli terhadap isu zina dan menganggapnya wajar, sementara poligami yang jelas halalnya malah sering mendapat celaan. Dalam islam, zina dipandang sebagai hal yang sangat rendah dan hina bagi pelakunya. Jangankan mempraktikkan zina, mendekat kepada hal yang mengarahkan seseorang berbuat zina saja sangat dilarang.
Para ulama mengatakan, pelaku zina dalam islam derajatnya sebanding dengan anjing gila. Seperti halnya Syech Salim Bin Sumair, ulama dari Hadramaut Yaman yang mengarang sebuah kitab fiqh “Matan Safintunnajah” , didalam bab thaharah beliau menyebutkan alasan seseorang diperboleh kan bertayamum adalah dengan tidak adanya air. Jika pun ada air, namun air ini sangat sedikit dan penting untuk diminum, atau datang manusia, atau hewan yang sedang kehausan membutuhkan air, maka syara’ mengharuskan bagi pemilik air untuk tidak berwudhu mengunakan air namun memberi minum manusia atau hewan yang sedang kehausan tersebut. Kecuali jika yang meminta air itu adalah pelaku zina dan anjing gila, maka air tersebut lebih diharuskan untuk digunakan sebagai alat berwudhu.
Dalam beberapa redaksi hadist juga Rasulullah menggambarkan bagaimana kondisi para pelaku zina menerima balasan azab dari Allah Swt pada hari akhir nanti. Rasulullah semasa hidupnya juga dikenal sebagai pembawa revolusi terhadap prakttik zina, dimana Ia meninggikan derajat perempuan setinggi-tingginya, lalu islam yang dibawanya juga memperbolehkan laki-laki untuk menikahi perempuan lebih dari satu, ini agar laki-laki terhindar dari perilaku kejahatan nafsunya serta melindungi para wanita.
Berbicara zina, ada banyak faktor yang menyebabkan banyak orang terjerumus kedalamnya. Selain karena nafsu yang melampaui batas, permasalahan rumah tangga atau pengaruh jahat lainnya. Padahal, islam sudah menuntun umatnya untuk terhindar dari perzinahan, baik dengan memperbolehkan menikah hingga empat perempuan, memperboleh menikah usia muda, serta tidak memberi batasan berat untuk mahar perkawinan. Sehingga dalam islam, jalan agar sahnya sebuah hubungan suami isteri sangat mudah.
Namun, islam menitik beratkan beberapa syarat wajib dipenuhi oleh umat yang akan menikah. Sebelum menikah, mempelai pria dan wanita diharuskan memenuhi beberapa sayarat tertentu. Adapun syarat sah akad nikah yang telah detetapkan dalam syara’ adalah adanya mempelai pria dan wanita (tidak boleh sejenis), adanya wali nikah (orang tua mempelai wanita atau wali yang se-nasab), adanya saksi nikah 2 orang laki-laki adil, dan adanya mahar yang telah disepakati jumlahnya.
Meskipun telah banyak orang yang mengetahui syarat-syarat sah nikah, namun masih banyak umat islam yang melanggar syarat tersebut. Hal ini diakibatkan oleh beberapa problematika, mulai dari cinta yang terlarang, hubungan gelap, dan faktor ekonomi yang menjelit sebuah hubungan. Ada banyak orang yang memaksakan proses pernikahan tanpa restu dari orang tua wanita, dan tanpa kehadirannya, lalu menikah di tempat bukan semestinya (Kantor Urusan Agama). Ini tentu menyebabkan nikah tidak sah, atau syubhat (tidak jelas sah atau tidak). Dan, ada juga beberapa kasus pernikahan dimana saat proses akad berlangsung tidak menghadirkan saksi yang adil, melainkan saksi yang fasiq terhdapa pengetahuan agama, tidak menunaikan ibadah shalat fardhu, dan berkekalan dengan maksiat.
Permasalahan ini pada ujungnya mengarahkan para pelakunya tetap melakukan hubungan suami isteri dengan merasa sudah “sah”, padahal secara hukum agama masih tidak memenuhi syaratnya. Inilah yang lebih sering disebutkan dikalangan masyarakat sebagao zina dalam kelambu, yakni berhubungan badan yang dipandang sebagian orang sah, namun menurut hukum agama jelas tidak sah atau masih syubhat (mempunyai kemungkinan tidak sah)
Adapun solusi yang tepat bagi kasus zina seperti ini, maka semuanya harus kembali kepada peraturan-peraturan agama. Menuruti semua syarat pernikahan yang telah ditentukan dalam agama adalah jalan yang harus ditempuh oleh semua umat islam dalam rangka menjalani kehidupan yang sakinah dan sejahtera. Maka, ketika kita telah lama bergeming dengan pernikahan yang status halalnya masih tidak jelas, langkah yang biak dilakukan adalah kembali mengubah hidup dengan menaati segala peraturan yang telah Allah dan Rasul-Nya gariskan melalui syariat islam.
COMMENTS