1. Membunuh Orang Yang Akan Mewariskan
Bila ada orang yang berhak menerima waris, tetapi orang itu membunuh orang yang akan mewariskan,orang tersebut tidak berhak menerima warisan. Baik membunuh secara sengaja ataupun tidak Menurut Madzhab Syafii tidak bisa menerima Warisan. Adapun pembunuh secara tidak sengaja, maka menurut Imam Malik, dia tetap mendapat harta waris.
Bila ada orang yang berhak menerima waris, tetapi orang itu membunuh orang yang akan mewariskan,orang tersebut tidak berhak menerima warisan. Baik membunuh secara sengaja ataupun tidak Menurut Madzhab Syafii tidak bisa menerima Warisan. Adapun pembunuh secara tidak sengaja, maka menurut Imam Malik, dia tetap mendapat harta waris.
2. Berlainan Agama Dan Murtad
Ahli waris lain agama, misalnya yang meninggal dunia orang Yahudi, sedangkan ahli warisnya Muslim, maka ahli waris yang Muslim tersebut tidak boleh mewarisi hartanya. Dan demikian juga sebaliknya.
3. Anak Li'an
Apabila suami menuduh isterinya berzina dan bersumpah atas nama Allah empat kali, bahwa tuduhannya benar, dan sumpah yang kelima disertai dengan kata-kata " Laknat Allah atas diriku bila aku berdusta", kemudian isterinya juga membalas sumpahnya sebagaimana disebutkan di dalam surat An-Nur ayat 6, maka anaknya dinamakan anak li'an (tidak diakui oleh suami), maka anak tersebut tidak mendapat warisan bila yang meli'an meninggal dunia. Demikian pula sebaliknya.
4. Anak Yang Lahir Hasil Zina
Hadits riwayar Amr bin Syu’aib dar bapak dari kakeknya bahwasannya Rosululloh bersabda :
أيما رجل عاهر بحرة أو أمة فالولد ولد الزنا لا يرث و لا يورث
“Siapa saja lelaki yang berzina baik dengan wanita merdeka ataupun budak, maka anaknya anak zina tidak mewrisi dan tidak diwarisi.” (Shohih, lihat Shohih Turmudli 2113dan Tahqiq Misykah 3054).
Anak yang dilahirkan hasil zina, maka anak tersebut tidak mendapatkan harta waris dari laki-laki yang menzinai, dan sebaliknya. Tetapi, anak mendapatkan warisan dari ibunya dan juga sebaliknya. Alasannya, karena anak yang mendapatkan harta waris ialah anak senasab atau satu darah, lahir denganpernikahan syar'i.
UNTUK KASUS ZINA JIKA ORANG TUA/PELAKU TIDAK MENGAKUI BAHWA ANAK TERSEBUT HASIL ZINA MAKA DIPERINCI
Jika dilahirkan lebih dari enam bulan dan kurang dari empat tahun setelah akad nikahnya, maka ada dua keadaan:
1. Jika ada kemungkinan anak tersebut dari suami, karena ada hubungan badan setelah akad nikah misalnya, maka nasabnya tetap ke suami, berarti berlaku baginya hukum-hukum anak seperti hukum waris dll. Karena itu suami diharamkan meli’an istrinya atau meniadakan nasab anak tersebut darinya (tidak mengakui sebagai anaknya)
2. Jika tidak memungkinkan anak tersebut darinya seperti belum pernah ada hubungan badan semenjak akad nikah hingga melahirkan, maka nasab anak hanya ke istri bahkan wajib bagi suami meli’an dengan meniadakan nasab anak darinya (tidak mengakui sebagai anaknya). Hal ini untuk menjaga agar tidak terjadi hak waris kepada anak.
* Jika dilahirkan kurang dari enam bulan atau lebih dari empat tahun, maka anak tersebut tidak bisa dinasabkan kepada suami dan tidak wajib bagi suami untuk meli’an istrinya. Bagi anak tidak berhak mendapatkan waris karena tidak ada sebab sebab yang mendukung hubungan nasab.
Lihat : kitab YaqutunNafis Hal 143, *Mushnaf Ibnu abi Syibah (jus 8 hal 374), Bughyah Al Murtasyiddin Hal 249-250
Sumber : PUSTAKA ILMU SUNNI SALAFIYAH - KTB
Baca juga:
Baca juga: