Kaitan dengan do’a untuk Orang yang Telah Meninggal, hal ini telah menjadi kepakatan ulama ahlus sunnah wal jama’ah bahwa do’a sampai kepada orang mati dan memberikan manfaat bagi orang mati. Begitu banyak dalil yang menguatkan hal ini. Diantaranya dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’alaa telah berfirman :
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (QS. al-Hasyr 59 ; 10)
Dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’alaa memberitahukan bahwa orang-orang yang datang setelah para sahabat Muhajirin maupun Anshar mendo’akan dan memohonkan ampun untuk saudara-saudaranya yang beriman yang telah (wafat) mendahului mereka sampai hari qiamat.
Syaikh al-‘Allamah Zainudddin bin ‘Abdul ‘Aziz al-Malibari di dalam Fathul Mu’in mengatakan:
“dan memberikan manfaat bagi mayyit dari ahli waris atau orang lain berupa shadaqah darinya, diantara contohnya adalah mewaqafkan mushhaf dan yang lainnya, membangun masjid, sumur dan menanam pohon pada masa dia masih hidup atau dari orang lain yang dilakukan untuknya setelah kematiannya, dan do’a juga bermanfaat bagi orag mati berdasarkan ijma’, dan telah shahih khabar bahwa Allah Ta’alaa mengangkat derajat seorang hamba di surga dengan istighafar (permohonan ampun) putranya untuknya. dan tentang firman Allah {wa an laysa lil-insaani ilaa maa sa’aa} adalah ‘amun makhsush dengan hal itu, bahkan dikatakan mansukh”. [Fathul Mu’in bisyarhi Qurrati ‘Ain, al-‘Allamah Zainuddin bin ‘Abdul ‘Aziz al-Malibari H. 431/I’anatuth Thalibin li-Sayyid al-Bakri Syatha ad-Dimyathi [3/219]
Sayyid al-Bakri Syatha ad-Dimyathi didalam I’anatuth Thalibin mengatakan:
“Frasa (do’a) ma’thuf atas lafadz shadaqah, yakni do’a juga memberikan manfaat bagi orang mati baik dari ahli waris atau orang lain”. [I’anatuth Thalibin li-Sayyid al-Bakri Syatha ad-Dimyathi [3/219].
QIRA’ATUL QUR’AN UNTUK ORANG MATI
Dalam membahas masalah ini, memang ada perselisihan dalam madzhab Syafi’i yang mana ada dua qaul (pendapat) yang seolah-olah bertentangan, namun kalau dirincikan maka akan nampak tidak ada bedanya. Sedangkan Imam Tiga (Abu Hanifah, Malik dan Ahmad bin Hanbal) berpendapat bahwa pahala bacaan al-Qur’an sampai kepada orang mati. Apa yang telah dituturkan oleh para Imam syafi’iyah yakni berupa petunjuk-petunjuk atau aturan dalam permasalahan ini telah benar-benar diamalkan dengan baik dalam kegiatan tahlilan.
Perlu diketahui, bahwa seandainya pun ada perselisihan dikalangan syafi’iyah dalam masalah seperti ini, maka itu hanyalah hal biasa yang sering terjadi ketika mengistinbath sebuah hukum diantara para mujtahid dan bukanlah sarana untuk berpecah belah sesama kaum Muslimin.
Sayyid al-Bakri Syatha ad-Dimyathi didalam I’anatuth Thalibin mengatakan:
“...... (frasa, pahala bacaaan al-Qur’an tidak sampai kepada mayyit) merupakan qaul yang lemah (frasa ; dan sebagian ashhab kami –syafi’iyyah- mengatakan sampai pahalanya kepada mayyit ) merupakan qaul yang kuat atau mukmatad”. [I’anatuth Thalibin li-Sayyid al-Bakri Syatha ad-Dimyathi [3/220].