Surah Al-Mulk dinamakan demikian karena dibuka dengan penyucian dan pengagungan Allah Ta'ala yakni Zat yang menggengam segala kerajaan langit dan bumi, mengelola alam sesuai kehendaknnya, yang menghidupkan dan yang mematikan, memberi kekayaan dan kefakiran. Surat ini juga ada yang menamakan dengan al-Waaqiyah (yang menjaga), al-Munjiyah (yang menyelamatkan) sebab surat ini menjaga dan menyelamatkan dari siksa kubur, serta memberi syafaat bagi yang membacanya. [1]
Dalam postingan ini sengaja mengambil pembahasan ayat ke 16 karena erat hubungannya dengan masalah aqidah yang merupakah sebuah hal yang sangat mendasar. Pada ayat ke 16, Allah Ta'ala berfirman:
أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ
Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?, (Al-Mulk : 16)
Dalam Tafsir Al-Munir dijelaskan, golongan Musyabbihah menjadikan ayat di atas sebagai hujjah penetapan tempat pada diri Allah Ta'ala dengan firman-Nya, "Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit." Imam Ar-Razi menjawab bahwa ayat ini tidak mungkin diberlakukan sesuai lahirnya berdasarkan kesepakatan umat Islam. Sebab keberadaan-Nya di langit mengharuskan langit meliputinya dari semua sisi. Sehingga Dia lebih kecil daripada langit. Padahal langit jauh lebih kecil dibandingkan arasy. Hal ini mengharuskan Allah adalah sesuatu yang lebih kecil daripada arasy. Ini mustahil berdasarkan kesepakatan umat islam, sebab arasy adalah makhluk paling besar di langit dan bumi [2]. Juga karena Allah Ta'ala berfirman:
"Katakanlah (Muhammad), "milik siapakah apa yang di langit dan di bumi?" Katakanlah, "milik Allah". (Al-An'aam : 12)
Oleh karena itu, makna ayat tersebut haruslah dipalingkan dari makna lahirnya ke pemaknaan takwil. Pemaknaan takwil ada beberapa macam. Yang paling bagus adalah mentaqdirkan (memperkirakan) ayat: atau apakah kamu merasa aman terhadap Zat yang otoritas, kerajaan dan kekuasaan-Nya ada di langit? Tujuan penyebutan langit adalah pengagungan kewenangan Allah dan kekuasaan-Nya. Sebagaimana dalam ayat yang lain, Allah berfirman:
"Dan Dialah Allah (yang disembah) di langit maupun di bumi..." (Al-An'aam : 3)
Sesungguhnya sesuatu yang satu tidak bisa sekali ada dalam dua tempat [3]. Sehingga tidak benar jika kita katakan Allah di langit, maupun di bumi, sebab menempati tempat adalah sifat makhluk, Maha Suci Allah Ta'ala dari bersifat demikian.
Rujukan :
[1] Terjemahan Tafsir Al-Munir, Juz 15, hal. 31
[2] Terjemahan Tafsir Al-Munir, Juz 15, hal. 53
[3] Ibid