Oleh: Saiful Hadi
Nikah secara bahasa berarti menggabungkan dan saling mengisi. Istilah nikah banyak digunakan untuk aqadnya, sehingga ada yang mengatakan bahwa pada kata "nikah" terkandung hakikat yang bernuansa syariat, sementara secara majas berarti jima'.
Menikah merupakan tali penghubung antara dua insan yang berbeda jenis, jika sebelumnya melihat saja haram, maka setelah nikah telah menghalalkan hubungan antara keduanya.
Persoalan yang sering dihadapi ketika hendak menikah adalah kebingungan dalam memilih calon. Lelaki bingung hendak memilih wanita yang mana, dan wanita juga was-was dalam menerima pinangan dari lelaki. Sebenarnya mengenai kriteria wanita yang layak untuk dijadikan calon istri, telah jauh-jauh hari Rasulullah saw sebutkan dalam beberapa sabdanya:
تزوجوا الودود الولود، فإني مكاثربكم اﻷنبياء يوم القيامة
Nikahilah oleh kalian wanita yang keibuan lagi subur peranakannya, karena sesungguhnya aku akan bangga dengan banyaknya jumlah kalian dihadapan nabi-nabi yang lain nanti di hari kiamat. (HR. Ahmad dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban) [1]
Dari redaksi hadist tersebut Rasulullah menyebutkan istilah "walud" yang artinya wanita yang subur peranakannya. Beliau bangga dengan banyaknya umat sehingga memberi saran menikah dengan wanita yang walud. Subur atau tidaknya seorang wanita dapat dilihat dari beberapa tanda, diantaranya: jika yang bersangkutan masih perawan maka kita lihat dari kerabat dekatnya yang sudah menikah, jika kerabatnya rata-rata banyak keturunan itu artinya si gadis gersebut juga berpotensi mempunyai banyak keturunan.
Kemudian, pada hadist di atas juga Rasulullah sebutkan istilah "wadud" yang artinya wanita yang keibuan penuh kasih sayang, berakhlaq baik, lagi mencintai suaminya. Ini hikmahnya agar lahirnya keluarga yang penuh cinta, dan calon ibu yang bernaluri keibuan.
Selain "walud" dan "wadud", sebagaimana yang sudah umum kita ketahui, Rasulullah saw menjelaskan bahwa ada empat kriteria wanita yang menjadi alasan untuk dipilih sebagai istri. Empat hal tersebut adalah kecantikannya, keturunan, harta dan agamanya, pilihlah atas dasar agamanya. Sehingga apabila menemukan wanita yang taat beragama, jangan sampai mengalihkan perhatian kepada wanita yang lain. Sebab, bergaul dengan orang yang ahli agama dalam segala hal adalah lebih baik, karena bergaul dengan mereka dapat menambah berkah dan bisa tertular akhlaq yang mulia. Terlebih lagi dengan istri, dia adalah teman hidup, dan ibu bagi anak-anak serta mitra sejati guna menjaga harta dan martabat suami sehingga harus lebih diperioritaskan.
Namun demikian, ada beberapa wanita yang perlu dihindari agar tidak dijadikan istri. Dalam hadist yang lain Nabi Saw. bersabda kepada Zaid bin Tsabit: "Hai Zaid, apakah engkau sudah kawin?', Zaid menjawab belum', Nabi bersabda 'Kawinlah, maka engkau akan selalu terjaga, sebagaimana engkau menjaga diri. Dan janganlah sekali-kali kawin dengan lima golongan wanita.' Zaid bertanya ' Siapakah mereka ya Rasulallah?' Rasulullah menjawab 'Mereka adalah: Syahbarah, Lahbarah, Nahbarah, Handarah, Lafut'. Zaid berkata 'Ya Rasulallah, saya tidak mengerti apa yang engkau katakan' Maka Nabi Raw. Menjelaskan, 'Syahbarah ialah wanita yang bermata abu-abu dan jelek tutur katanya. Lahbarah adalah wanita yang tinggi dan kurus. Nahbarah ialah wanita tua yang senang membelakangi suaminya (ketika tidur). Handarah ialah wanita yang cebol dan tercela. Sedangkan Lafut ialah wanita yang melahirkan anak dari laki-laki selain kamu." [2]
Demikianlah beberapa kriteria dari calon istri, sementara lelaki sebagai calon suami juga sudah seharusnya untuk terus memperbaiki diri agar menjadi lebih baik. Jangan hanya berharap agar mendapat istri yang baik, sementara dirinya tidak pernah mau memperbaiki diri. Ingat, lelaki yang baik untuk wanita yang baik, begitupun sebaliknya.
Catatan kaki
[1] Bab Nikah-hadist No. 996, Bulugul Maram, Ibnu Hajar al-Asqalani.
[2] F0106. Seperti Apa Wanita Yang Ideal Untuk Dinikahi, Piss-KTB.
COMMENTS